-->

Kisah Desa Bone-bone, Sukses Membebaskan Warga dari Bahaya Rokok


Suara Gajah Mada – Lokasinya di Sulawesi Selatan, tepatnya di Kabupaten Enrekang. Desa yang terletak di lereng pegunungan ini memiliki peraturan unik untuk membebaskan warga dari paparan racun asap rokok. Sejak tahun 2000, dan baru diterapkan secara menyeluruh tahun 2005, Desa Bone-bone menerapkan larangan merokok bagi sekitar 800 orang warganya maupun para pendatang yang masuk ke desa.

Desa Bebas Asap Rokok (Foto: Hidayatullah.com)

Selain alasan kesehatan, karena merokok dipercaya mendatangkan banyak penyakit. Larangan merokok juga didasarkan karena dinilai menyebabkan kemiskinan. Begitu masuk desa ini, berbagai tulisan dan peringatan di papan yang dipasang di pinggir jalan maupun di tugu. Bagi warga atau pendatang yang melanggar akan dikenakan sanksi yang beragam, seperti membersihkan masjid, memperbaiki jalan, dan sanksi lainnya.


Adalah Kepala Dusun, Muhammad Idris, pada suatu subuh di tahun 2000 menyampaikan sebuah seruan, larangan menjual rokok di Bone-bone. Imbauan yang tentu menjadi perbincangan hangat, ada yang sepakat ada pula yang menolak. Meski demikian dengan pendekatan yang intensif dan terus-menerus akhirnya usahanya mulai membuahkan hasil.

Semangat Idris berawal dari keprihatinan sejak ia kuliah di IAIN (UIN) Alaudin Makassar. Banyak di antara kawan kuliahnya tidak selesai kuliah, di antara sebabnya karena tingginya biaya hidup yang harus dikeluarkan akibat merokok. Dari pengalaman itulah, ia ingin memajukan desanya dengan melahirkan para sarjana, dan agar biaya hidup yang mereka tanggung tidak besar, mereka harus bebas dari merokok.


Sebuah tantangan yang tidak mudah karena mayoritas penduduk Bone-bone adalah perokok. “Kira-kira 85 persen yang merokok, dari anak-anak kelas 3 SD sampai orangtua. Bahkan ada warga yang biasa menghabiskan rokok 2 bungkus per hari,” ujarnya, sebagaimana dikutip hidayatullah.com.

Dengan usaha yang gigih dan dukungan dari warga, Bone-Bone kini dianggap sebagai desa pertama di Indonesia bahkan di dunia yang bebas asap rokok. Dan menurut Idris, perekonomian warga pun meningkat kisaran 50 persen.

Apresiasi dan Prestasi

Sebagai bentuk penghargaan atas usaha kerasnya, Muhammad Idris memperoleh PIN Emas dari Menteri Kesehatan RI pada Konferensi Promosi Kesehatan V di Bandung (2009). Ia juga dianugerahi penghargaan bersama kepala desa teladan dari seluruh Indonesia. Selain itu, Bone-Bone dinobatkan sebagai Juara I Perlombaan Desa Tingkat Nasional 2012. Para peneliti dari berbagai negara seperti Jepang dan Australia juga datang ke Bone-bone untuk melakukan penelitian.


Langkah Idris tidak hanya didukung oleh warga melainkan juga Bupati. Sehingga pernah suatu saat para pejabat dari Pemda yang datang ke Bone-bone dan terbukti melanggar larangan merokok diperintahkan oleh Bupati untuk meminta maaf ke warga dan membayar denda.

Meski dianggap mendatangkan keuntungan lewat cukai dan lapangan kerja yang tercipta dari industri rokok, nyatanya kerugian yang harus ditanggung akibat rokok jaug lebih besar. Bahkan sebagaimana dirilis balitbang kemenkes, total kerugian makro ekonomi akibat rokok pada tahun 2015 mencapai kisaran Rp 600 triliun. Sebuah angka yang lumayan besar. [e]

Sumber : hidayatullah.com, dream.co.id

LihatTutupKomentar