-->

Belajar Menabung Air dari Kampung Glintung Malang

Suara Gajah Mada – Air yang melimpah saat turun hujan seringkali terbuang percuma karena semakin minimnya area resapan. Jalan-jalan telah diaspal atau diperkeras dengan beton, begitu pula halaman rumah dan gang kampung. Tanah perkebunan dan sawah yang biasanya menjadi resapan air juga telah berubah dengan dibangunnya rumah dan perkantoran. Praktis, air hujan biasanya langsung masuk ke selokan. Dampaknya, resapan air ke tanah berkurang. Selain itu juga bisa mengakibatkan banjir.

Sumber : www.gpswisataindonesia.info

Untuk mengelola air hujan yang melimpah, kita bisa belajar dari Kampung Glintung di Kecamatan Blimbing Kota Malang. Di sana, warga melakukan gerakan bersama untuk menabung air hujan menggunakan sistem biopori. Ada beberapa ukuran biopori yang dibuat warga, super jumbo, jumbo, standar, parit resapan, dan sumur resapan. Saat ini ada sekitar 700 biopori standar, 200 ukuran jumbo, 200 super jumbo dan 7 sumur resapan. Langkah ini ternyata cukup efektif untuk mengatasi banjir.


Dari sejumlah biopori tersebut diperkirakan mampu menabung air sekitar 100 ribu liter dalam tanah. Air tersebut menjadi cadangan air tanah sekaligus berefek pada suhu udara kampung yang tidak lagi terasa panas.

"Tiga tahun berjalan, sumur sumur warga naik (airnya), suhu udara di kampung turun, di kampung sebelah muncul mata air baru. Ini yang namanya gerakan menabung air (Gemar) atau water banking movement," jelas Ketua RW 23, Bambang Irianto sebagaimana dikutip detik.com.

Gerakan yang dilakukan Kampung Glintung ini selain bermanfaat bagi warga dan lingkungan juga membuahkan berbagai penghargaan, baik nasional maupun internasional. Kampung Glintung pun menjadi tujuan pemebelajaran dari berbagai negara seperti New Zealand, Jepang, China, Belanda, dan lainnya.


Selain gerakan menabung air, Kampung Glintung pun menggalakan penghijauan di lorong-lorong kampung maupun rumah warga. Untuk mewujudkan hal tersebut, Bambang dengan tegas menolak warga yang ingin minta tanda tangan atau stempel sebelum mereka melakukan penghijauan di lingkungannya.

Warga diminta memanfaatkan barang-barang bekas, sehingga bisa dibilang untuk melakukan penghijauan tidak memerlukan biaya yang banyak. Kini, Kampung Glintung menjadi rujukan dan menjadi desa wisata. Dalam sepekan, bisa masuk dana Rp 100 juta dari pelatihan dan berbagai paket wisata yang ditawarkan. [e]

Sumber: detik.com

LihatTutupKomentar