Suara Gajah Mada – Tidak lagi menjadi sebuah rahasia, petani kerap kali
menjadi pihak yang paling dirugikan karena ulah para tengkulak. Belum lagi
adanya berbagai kebijakan yang tidak berpihak kepada petani. Misal, saat puncak
panen padi, keran impor justru dibuka yang membuat harga gabah turun.
Tunov Mondro Atmojo (foto : www.duniawanita009.blogspot.com) |
Permainan harga menjadi momok
tersendiri bagi petani, bayangkan setelah menunggu sekian bulan untuk memetik
hasil dan berharap keuntungan justru harga penjualan turun. Padahal kerap kali
harga di pasaran yang ditetapkan kepada konsumen tetap tinggi. Namun keuntungan
tidak dinikmati oleh petani, melainkan para juragan dan pemodal.
Pola distribusi yang dikuasai
segelintir orang, diduga mengakibatkan terjadinya permainan harga. Melihat kondisi
demikian, adalah Tunov Mondro Atmojo petani cabai dari Magelang yang memiliki
langkah brilian memotong mata rantai tengkulak.
Pada tahun 2010, petani cabai
di Magelang terpukul dengan penurunan harga yang tidak wajar. Satu kilo gram
cabai hanya dihargai Rp 2000. Sehingga banyak petani yang merugi. Tergerak melihat
kondisi tersebut Tunov turun tangan dan melihat persoalan yang ada.
Ia kemdudian mengajak dialog
para petani cabai yang memiliki lahan kisaran 3000 meter persegi. Alumni SMA
Muhammadiyah Magelang tersebut memiliki alasan khusus. Menurutnya lahan 3000
meter merupakan lahan ideal, dengan ongkos produksi yang efektif dengan panen
maksimal.
Perlahan ia mengedukasi petani
untuk menghitung ongkos produksi. Menurutnya, agar mendapatkan keuntungan yang
cukup, harga cabai per kilogram minimal dipatok pada angka Rp 20.000. Tetapi
angka ini sulit dicapai karena tengkulak ingin membeli harga semurah-murahnya
dari petani. Maka Tunov pun mulai merancang jalur penjualan tunggal. Ia melarang
petani menjual cabainya sendiri-sendiri.
Cabai-cabai hasil panen
kemudian dikumpulkan dan para pedagang diundang untuk mengikuti lelang. Dengan cara
ini harga cabai dari petani terkerek naik. Selain itu sekali waktu Tunov
melancarkan ‘operasi pasar’ ke Jakarta. Ketika harga cabai di pasaran naik tak
wajar ia mengirim langsung cabai dari petani ke pasar Jakarta. Akibatnya para
tengkulak yang ingin meraup untung besar justru merugi sebab para pedagang
lebih memilih cabai pasokan dari kelompok tani yang digagas Tunov.
Atas langkah brilian ini, Tunov
kerapkali diajak berdiskusi oleh Kementerian terkait untuk menentukan harga
produk pertanian. Kini bukan hanya petani di Dusun Tanggulangin, Desa
Girikulon, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah saja yang
tergabung dalam Kelompok Tani Giri Makmur, melainkan petani dari Grabag dan
Kopeng Salatiga. Sekitar 700 petani sekarang kompak memainkan peran penting
untuk memerangi mafia cabai. [e]